“
CARA MENYIAPKAN SUASANA HATI UNTUK MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT ”
Menyiapkan Suasana Hati
“ Tanda – tanda orang
yang hanya bersandar kepada amalnya adalah ketika dia melakukan kesalahan, dia
merasa putus asa atas rahmat Allah SWT ”
Amal perbuatan manusia pada
prinsipnya bisa dibagi menjadi dua, yakni amal perbuatan lahir dan amal
perbuatan batin atau suasana hati. Dalam realitas sehari – hari, manusia dapat
melakukan perbuatan lahir yang serupa, tetapi dengan suasana hatinya yang
berbeda – beda. Pengaruh amal perbuatan lahir kepada hati berbeda antara
seseorang dengan orang lainnya. Jika amal perbuatan lahir itu mempengaruhi
suasana hati, maka hati itu dapat dikatakan bersandar kepada amal perbuatan
batin. Jika hati dipengaruhi juga oleh amal perbuatan batin, maka hati itu
dikatakan bersandar juga kepada amal perbuatan batin.
Seseorang yang belum sampai ke tahap
arif, suasana hati masih bergantung kepada amal perbuatannya, baik amal
perbuatan lahir maupun perbuatan batin. Manusia yang kuat bersandar pada
perbuatan lahir adalah mereka yang mencari faedah dunia. Sedang mereka yang
kuat bersandar pada amal perbuatan batin adalah mereka yang mencari faedah
akhirat. Kedua jenis manusia tersebut percaya bahwa amalnya menentukan apa yang
akan diperoleh di dunia maupun akhirat. Mereka hanya menyandarkan diri kepada
amal perbuatannya semata. Atau jika mereka bergantung kepada Allah SWT,
pergantungannya itu bercampur dengan keraguan. Dia merasa sudah berkontribusi
dengan amalnya dan ikhtiarnya.
Manusia yang hanya bergantung kepada
amal perbuatannya, ketika terperosok kedalam perbuatan maksiat atau dosa, dia
mulai putus asa dari rahmat dan pertolongan Allah SWT. Hal ini sebagai tanda
bahwa orang tersebut ketergantungannya kepada Allah SWT sangat lemah. Padahal
Allah SWT itu maha bijaksana Kita tidak boleh putus asa atas rahmat-Nya.
Kegagalan mendapatkan apa yang diinginkan bukan berarti tidak menerima
pemberian Allah SWT. Selagi seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya.
Apapun juga yang Allah SWT lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat
rahmat-Nya. Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman
tabah menghadapi ujian hidup, tidak pernah putus asa.
Namun mereka yang tidak beriman
kepada Allah SWT, berada dalam situasi yang berbeda. Ketergantungan mereka
hanya disandarkan kepada amal mereka, termasuk ilmu dan usaha. Mereka berusaha
berdasarkan kebiasaan dan pengetahuan yang mereka kuasai. Mereka mengharapkan
mendapat hasil yang setimpal. Jika ilmu dan usahanya ( Termasuk pertolongan
orang lain ) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar
lagi. Jadilah mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmah
dibalik kebijaksanaan Allah SWT mengatur perjalanan takdir.
Mereka tidak mendapat rahmat
dari-Nya, Orang seperti ini melakukan amal mereka karena kepentingan diri
sendiri, bukan karena Allah SWT Orang ini mungkin berharap, lewat amalnya dia
dapat mengecap kemakmuran hidup di dunia. Dia berharap semoga amal kebajikan
yang dilakukan dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya,
kedudukannya atau pangkatnya dan dihindarkan dari penyakit. Semakin banyak amal
kebaikan yang dilakukannya, semakin bertambah besar harapan dan keyakinan
tentang kesejahteraan hidupnya.
Sebagai kaum muslimin yang
mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat kelak. Mereka
memandang amal shalehnya sebagai tiket untuk memasuki surga, dan menjauhi
neraka. Kadar kerohanian orang yang bersandar kepada amal sangat lemah,
khususnya bagi mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal perbuatan
mereka. Mereka tidak tahan menempuh ujian, mereka berharap jalan hidupnya yang
mereka tempuh lancer nyaman. Apabila hasilnya berada diluar scenario mereka
cepat panik dan gelisah. Bila sukses memperoleh kebaikan, mereka merasakan
kejayaan itu disebabkan kepandaian dan usaha mereka sendiri. Bencana membuat
mereka beranggapan, bahwa merekalah yang paling malang di dunia ini. Mereka
mudah menjadi egois dan sombong.
Namun apabila seseorang semakin
arif, maka dia tidak lagi menyandarkan diri pada amal perbuatan ( baik amal
perbuatan lahir maupun batin ). Semakin tinggi kadar rohani seseorang, maka dia
akan melihat amal itu hanyasebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Allah
SWT. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukbrawi tetapi dia
berharap untuk mendapatkan karunia Allah SWT. Orang ini merasakan bahwa amalnya
hanya berfungsi membawanya dekat kepada Allah SWT.
Dia sering mengaitkan pencapaiannya
dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya seperti berdzikir,
shalat sunnah, berpuasa dan lain – lain. Bila dia tertinggal atau lupa
melakukan amal yang biasa dilakukannya maka dia merasa dijauhkan oleh Allah
SWT. Inilah orang yang pada peringkat permulaan mendekatkan diri kepada Allah
SWT melalui amalan. Jadi, golongan yang bersandar kepada amal semata – mata dan
ada pula golongan yang bersandar kepada Allah SWT melalui amal. Kedua golongan
tersebut berpegang kepada keberhasilan amal dalam mendapatkan sesuatu.
Ahli ibadah yang masih diperingkat
permulaan juga kuat bersandar kepada amalan batin seperti sembahyang dan
berdzikir. Jika mereka tertinggal melakukan suatu amalan yang biasa mereka
lakukan , mereka menjadi berkurang harapannya untuk mendapatkan anugerah dari
Allah SWT. Dalam kaitan bersandar kepada amal ini, termasuk juga bersandar juga
kepada ilmu. Baik itu ilmu lahir ataupun batin. Ilmu lahir adalah ilmu yang
berdasarkan pada kekuatan akal dan ilmu batin adalah ilmu yang menggunakan
kekuatan hati saat menyampaikan hajat.
Pasca level tersebut, sekiranya
Tuhan mengizinkan, kerohanian seseorang meningkat kepada maqom ( level atau
grade ) yang lebih tinggi. Orang yang di dalam level ini tidak lagi melihat
kepada amalnya, waktu amal baiknya sangat banyak. Orang yang sudah masuk lebih
tinggi atau level arif, hatinya tetap melihat bahwa semua amalan tersebut
adalah Karunia Allah SWT tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukan
oleh manusia itu sendiri karena semua adalah karunia Allah SWT.
Level maqom ini dinamakan maqom
arifin yaitu orang yang mengenal Allah SWT. Golongan ini tidak lagi bersandar
kepada amal perbuatannya semata – mata, meski mereka sangat kuat mengerjakan
ibadah. Hatinya senantiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan sesuatu.
Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab.
Lalu bagaimana tahapan – tahapan
maqom arifin ini beribadah ? Di awal perjalanannya, mereka kuat beramal sesuai
syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang bisa membawanya kepada
Allah SWT. Apabila ia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal
mulai berubah. Dia tak lagi melihat semua amalnya sebagai alat atau penyebab.
Dia melihat semua amalny adalah karunia Allah SWT. Kedekatannya dengan Allah
SWT juga karunia-Nya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, bodoh, serba
kekurangan. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Allah SWT, padangan mata
hatinya hanya tertuju kepada kodrat dan ketentuan Allah SWT. Jadlah dia seorang
arif yang senantiasa menyandarkan diri hanya kepada Allah SWT.
Orang tersebut hatinya sudah bebas
dari ketergantungan kepada amal perbuatannya, hatinya hanya menyandarkan diri
kepada Allah SWT Dalam kondisi sehari – hari, dia tetap bekerja keras dan
beribadah semaksimal sesuai syariat yang ada. Amal baiknya sangat banyak, namun
orang dengan suasana hati yang demikian tidak menjadikan amalnya sebagai alat
untuk tawar menawar dengan Allah SWT untuk mendapatkan sesuatu. Suasana hati yang
demikian inilah yang harus kita upayakan dari waktu ke waktu. Saat kita berbuat
baik, kita tidak menuntut banyak kepada Allah SWT, dan saat berbuat khilaf kita
tidak putus asa dari rahmat Allah SWT. Orang seperti ini tidak membatasi
kekuasaan dan kemurahan Allah SWT untuk tunduk kepada perbuatan manusia. Allah
SWT Yang Maha Berdiri Sendiri sudah barang tentu berbuat menurut kehendak-Nya
tanpa dipengaruhi oleh siapapun.
Orang arif tidak menjadikan amalnya
sebagai alat untuk memaksa Allah SWT berbuat sesuatu menurut kehendak makhluk.
Sopan – santunnya, kita sebagai manusia tidak boleh memaksakan kehendak kepada
Allah SWT atas amal perbuatan kita. Kita yakin betul Allah SWT Maha Arif
Bijaksana serta Maha Adil, maka seluruh aktivitas kita lakukan dengan ikhlas
tanpa pamrih.
Komentar
Posting Komentar